Familier dengan istilah sea sick atau dalam bahasa awamnya mabuk laut?
Buat yang pernah bahkan sering menyeberangi laut pasti sudah sangat mengerti apa itu, apalagi kalau sampai mengalaminya sendiri! Sementara bagi yang belum pernah sebenarnya sama saja rasanya dengan mabuk perjalanan yang lain: kepala pusing, badan panas dingin, dan yang paling parah… isi perut rasanya meloncat-loncat hendak keluar!
Menurut saya mabuk laut masuk ke dalam urutan teratas dari semua kategori mabuk perjalanan yang pernah ada (kecuali mabuk pesawat ruang angkasa ya, saya belum pernah mengalami). Kebetulan saya sudah lebih dari dua puluh tahun berkecimpung di dunia kelautan: mulai dari pertama kuliah S1, kemudian S2, S3, sampai saat ini pun bekerja sebagai dosen di bidang yang sama. Jelas sekali saya sangat familier dengan istilah mabuk laut.
Ada pengalaman unik saat pertama mengalami mabuk laut, yaitu saat praktikum lapangan Taksonomi Hewan (sekarang Keanekaragaman Hewan) tahun 1993 ke Kepulauan Seribu. Pada masa itu untuk mencapai lokasi yang dimaksud, kami lebih sering menggunakan kapal nelayan bermotor dengan kapasitas 20-40 penumpang. Lama perjalanan memang relatif lama, bisa berjam-jam! Tapi dari segi biaya, sangat jauh dibandingkan kapal-kapal wisata yang diparkir di dermaga Ancol 🤑
Saat berangkat, ombak memang cukup besar sehingga di tengah jalan saya sempat merasakan yang namanya kepala berputar-putar, keringat dingin, dan isi perut nggak mau kalah ikutan membentuk pusaran. Saya mencoba sekuat tenaga bertahan, malu dong kalau ketahuan! Eh, teman sebelah saya tiba-tiba nyeletuk, “Wah, ombaknya seperti puding disiram sama air soda ya?” Begitu dia selesai bicara, sontak pertahanan saya bobol dan keluarlah semua isi makan pagi yang ada dalam perut. Bayangkan, sedang mabuk begitu disuruh membayangkan puding campur air soda? Haaafft… 🤮
Tapi, syukurlah sampai sekarang saya sudah tidak lagi mengalami mabuk laut. Mau tahu kenapa? Itu ada ceritanya juga. Jadi, untuk yang kesekian kalinya saya pergi ke Kepulauan Seribu lagi. Tepatnya survei lapangan ke Pulau Penjaliran Barat untuk keperluan riset skripsi saya dan teman-teman. Kali ini jaraknya lebih jauh dan kapal yang ditumpangi juga sangat kecil, kapasitas maksimal hanya delapan orang. Sampai di tengah perjalanan, kapal diterjang hujan badai. Begitu derasnya sampai jarak pandang hanya sekitar dua meter ke depan.
Belum cukup, kapal kecil kami sempat mogok hingga goyangan kapal terasa lebih kuat. Ditambah lagi, mesin kapal kemasukan air hingga pemilik kapal harus menciduk air meski hanya dengan bantuan sebuah panci!
Saat itu, yang ada di pikiran kami hanya berdoa dan berdoa. Sempat terasa lagi ini isi perut meronta-ronta, tapi akal sehat saya berkata “Masa’ sudah sepanik dan seheboh ini masih ditambah muntah pula? Kasihan kalau sampai merepotkan teman-teman yang lain” Dan tiba-tiba saja mabuk laut saya hilang. Benar-benar tidak muncul lagi! Puufff.. Begitu saja. Alhamdulillah… Sepertinya mabuk laut itu termasuk sugesti juga ya..
Dan sejak itu, saya sudah lama tidak mengalami mabuk laut lagi. Tidak juga ketika berlayar naik kapal riset ke perairan Belitung, waktu semua teman-teman seperjalanan berdiam di kabin kamar karena mabuk akibat alun ombak. Pun saat mendampingi mahasiswa sampling ke Pulau Harapan dan kapal hydrofoil kami tidak kuat menembus gelombang setinggi 2,5 meter sehingga terpaksa merapat di pulau terdekat 😵💫
Dalam kondisi normal, menuju pulau terdekat hanya butuh 15 menit, tapi saat itu butuh waktu sampai tiga jam saking sulitnya menembus ombak. Alhasil, semua penumpang kapal dan tiga orang mahasiswa saya sudah mabuk semua. Bahkan salah satu mahasiswa langsung mencium tanah bersujud begitu sampai di dermaga pulau terdekat. Hihihi..
Walaupun sudah tidak mabuk laut lagi, saya tetap punya persiapan dong setiap akan melaut. Pokoknya sedapat mungkin membawa permen atau minuman berperisa atau terbuat dari jeruk, dan yang tak kalah penting usahakan terkena angin laut! Duduk berpanas-panasan di bagian depan kapal juga rela. Naaah ini bisa dijadikan tips juga buat rekan-rekan.
Yang lebih unik lagi ya teman saya. Walaupun hampir setiap minggu bolak-balik melaut karena tugas, dia pasti mabuk laut. Alhasil sepanjang perjalanan pasti tidur, bahkan sebelum kapal berangkat. Jadi memang ternyata macam-macam ya pengalaman mabuk laut setiap orang. Bagaimana dengan kamu?
Ditulis oleh Riani Widiarti atau Inyonxs dari Biologi 92, saat ini menjadi dosen ilmu kelautan di Departemen Biologi UI.
Wah memang benar, kalau kapal mogok di tengah laut, goyangannya makin berasa dan bikin tambah mabuk yaaa
Wah iya, kalau kapal mogok di tengah laut, berasa banget yaaa goyangan yg bikin mabuk….